Nasehat Ustadz Mubarak Bamualim untuk Santri-santri PIA

Jum’at malam, 30 Maret 2018 pesantren kedatangan tamu spesial, yakni Ustadz Mubarak Bamualim, Lc, M.HI. Beliau termasuk salah seorang pengajar di Pesantren Islam Al-Irsyad Tengaran pada masa awal pesantren berdiri dahulu, bersama dengan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Usai shalat Shubuh di Masjid Al-Fadhl, beliau yang saat ini menjabat Direktur Sekolah Tinggi Ali bin Abi Thalib Surabaya, meluangkan waktunya untuk memberi nasihat kepada para santri dan orang tua/wali santri yang pagi itu kebetulan sedang mengunjungi putra-putrinya di pesantren memanfaatkan liburan long week end.

Beliau berpesan mengenai langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk dapat memperbaiki diri, diawali dengan memohon taufik dan hidayah kepada Allah subahanahu wa ta’ala agar diberikan kemauan untuk memperbaiki diri. Karena hanya dari Allah hidayah bisa didapat.

Setelah itu, beliau berpesan untuk memperbaiki hati kita, menjauhkan kita dari segala macam penyakit hati: kesombongan, dengki dan ujub yang dapat merusak diri seseorang. Hal itulah yang pernah Rasulullah sabdakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwasannya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika daging tersebut baik, maka baik pula seluruh tubuh kita, sebaliknya jika daging tersebut buruk, maka buruk pula jasad kita, daging tersebut adalah hati (kalbu).

Berikutnya, mintalah kepada Allah agar berlindung dari 4 (empat) perkara yang Nabi shalallahu alaihi wasallam juga berlindung darinya. Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah yaitu: ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak pernah khusyuk, nafsu yang tidak pernah puas, dan juga doa yang tidak dikabulkan.

Terakhir adalah mencari lingkungan tinggal dan teman yang baik, karena 2 (dua) hal tersebut menentukan diri seseorang. Nabi shalallahu alaihi wassalam pernah bersabda yang dikutip oleh Abu Hurairah bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya lah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Beliau juga sedikit bercerita tentang perjalanan panjang pesantren, yang mulanya hanya memiliki kurang lebih 120 santri dengan satu buah gedung, hingga bisa seperti sekarang ini. Beliau pun mengajak kita semua untuk mendoakan para pendiri dan pewakaf tanah, agar mereka selalu dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *